“Adek kalo udah becal mau jadi astlonot” Ah, lucu sekali adik kecil cadel ini.
Sejak kecil kita sudah ditanya macam-macam soal mau jadi apa kita nanti. Waktu kita remaja, kita juga
sering dihadapkan pada kegalauan masa muda, tentang pencarian jati diri. Kadang-kadang, bahkan seolah kenakalan remaja merupakan salah satu bentuk pencarian jati diri. Pemakluman yang agak salah tempat.
Aku bercermin, memperhatikan jerawat kecil yang baru mulai tumbuh di tempat strategis di pipi kiriku. Haah, tadi pagi aku membaca sebuah buku fisafat. Dihalaman pertamanya ditulis, Siapakah dirimu sesungguhnya ? dalam huruf bercetak tebal.
Aku merenung, siapa aku sebenarnya ? seorang wanita ? memangnya hanya satu wanita di dunia ini ? seorang wanita bernama Aisyah ? Ah, lalu apa hebatnya itu ?
Tiba-tiba bayanganku di cermin berkedip. Tentu saja aku tidak berkedip, bagaimana caranya aku bisa melihatnya berkedip kalau aku berkedip ?! Aku mundur beberapa langkah. Ketakutan.
“Hei, kau tidak perlu takut, Aku tidak akan melukaimu” katanya. Ia tampak benar-benar mirip aku.
“S..si..siapa kau ?” suaraku terdengar lemah dan parau.
“Tentu saja aku adalah kau, anak kecil pun tau. Yang jadi masalah adalah, siapa dirimu sebenarnya” Ia berkata seolah membaca pikiranku.
Baiklah, anggap saja aku sedang bermimpi. Aku memang butuh seseorang untuk memberitahuku tentang substansi keberadaanku di dunia.
“Menurutmu, siapa aku sebenarnya ?”
Ia tersenyum, senyum yang sama dengan milikku. “Untuk memahaminya, aku akan menceritakan sebuah kisah padamu. Tentang pencarian jati diri seorang makhluk Allah”
“Ada seorang lelaki dari persia. Seperti kebanyakan orang persia lainnya, ia beragama mahjusi, mereka menyembah matahari. Di mesir kuno, mereka menyembahnya sebagai Dewa Ra, di Yunani disebut juga Apollo.”
“Ada yang menarik dari lelaki ini ai, Ia resah dan merasa tidak nyaman dengan agamanya. Ia adalah seorang anak yang berbakti pada ayahnya. Tapi keingintahuannya membawanya ke sebuah gereja Nasrani. Mendengar bagaimana mereka beribadah kepada tuhan mereka.”
“Ai, dari sini-lah dimulai pencarian jati diri seorang hamba akan Tuhannya. Mengantarkannya menuju Syam (Syiria), berguru dari seorang pendeta nasrani ke pendeta nasrani lainnya, dijual menjadi budak seorang yahudi. Berapa tahun yang kau butuhkan untuk merenungkan siapa dirimu yang sebenarnya ai ? dua jam ? Lelaki ini menghabiskan beberapa tahun untuk itu”
“Kau tahu kisah Nabi Ibrahim kan ? Bagaimana kegelisahan beliau melihat sebuah patung disembah di negerinya, dan kemudian seorang diri mencari kebenaran tentang Tuhan yang Haq untuk disembah, bukan matahari, bulan, bintang, bukan pula gunung. Pencarian jati diri seorang hamba tuhan memang membutuhkan waktu”
“Sama halnya dengan lelaki persia ini ai. Kau tahu kan ? Beliau adalah Salman Al-Farisi Radhiyallahu Anhu, Keraguannya mulai hilang saat mendengar tentang seorang Rasul Allah yang akan hijrah ke Madinah, tempat tinggalnya saat itu. Melihat tanda-tanda kenabiannya, Salman pun masuk Islam.”
“Ia memang tidak mengikuti perang badar dan uhud karena ia masih menjadi budak. Tapi setelah ia merdeka, Ia mendedikasikan hidupnya untuk Islam. Tak satu perangpun yang tidak ia ikuti. Ia telah menemukan jati dirinya yang sebenarnya.”
Bayangan di depanku berhenti bercerita. Kini menatapku dengan pandangan penuh makna. “Jadi, kamu tahu kan siapa dirimu ? Engkau adalah hamba Allah, tujuan hidupmu di dunia adalah untuk menyebarkan agama Allah untuk kemudian kembali kepada Zat yang menciptakanmu, Zat yang membuatmu ada dan bermakna”
Aku menerawang, mencerna perkataan bayanganku barusan. Aku baru ingin bertanya tentang hal lain ketika aku lihat bayangan di cerminku sudah kembali seperti semula, mengikuti semua gerak-gerikku. Ng, Mungkin aku hanya sedang berkhayal tadi.
————————————————————————-
Makassar, 19-08-2013
Saat sendirian, menyelami diri, bertanya pada diri sendiri, bermonolog dengan bayanganmu dicermin adalah hal yang menyenangkan ^^
No comments:
Post a Comment