Thursday, June 30, 2011

Rentetan tanya tanpa akhir

Bismillahirrahmanirrahim..


Dipojok pembaringan, terkulai lemah

tak lagi terdengar rintihan

lelah sudah meminta

lelah sudah berharap

lelah bertanya tanpa ada sesuatu pun yang mungkin menjawab

Wednesday, June 29, 2011

Bayang-bayang Rindu

Bismillahirrahmanirrahiim..


Secangkir teh menemani malam ini..
malam penuh bintang..
indahnya bintang-bintang mengingatkan ku padamu, saudariku..
bayang-bayang rindu menghantui kemanapun pergi..
ada banyak bayang rindu disini..

Tuesday, June 14, 2011

Bilal Ibn Rabah Al-habsyi

Bismillah..


kali ini, ingin mem-post sesuatu yang menjadi kegemaranku, siroh sahabat dan sahabiyah.. :)

Namanya adalah Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, memiliki kisah menarik tentang sebuah perjuangan mempertahankan aqidah. Sebuah kisah yang tidak akan pernah membosankan, walaupun terus diulang-ulang sepanjang zaman. Kekuatan alurnya akan membuat setiap orang tetap penasaran untuk mendengarnya.
Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda’ (putra wanita hitam).
Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abduddar. Saat ayah mereka meinggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir.
Ketika Mekah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Shalallahu ‘alaihi wasallam mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad.

Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup ditunjukkan oleh siapa pun.
Orang-orang Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib masih memiliki keluarga dan suku yang membela mereka. Akan tetapi, orang-orang yang tertindas (mustadh’afun) dari kalangan hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki siapa pun, sehingga orang-orang Quraisy menyiksanya tanpa belas kasihan. Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap orang yang ingin mengikuti ajaran Muhammad.
Kaum yang tertindas itu disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy yang berhati sangat kejam dan tak mengenal kasih sayang, seperti Abu Jahal yang telah menodai dirinya dengan membunuh Sumayyah. Ia sempat menghina dan mencaci maki, kemudian menghunjamkan tombaknya pada perut Sumayyah hingga menembus punggung, dan gugurlah syuhada pertama dalam sejarah Islam.
Sementara itu, saudara-saudara seperjuangan Sumayyah, terutama Bilal bin Rabah, terus disiksa oleh Quraisy tanpa henti. Biasanya, apabila matahari tepat di atas ubun-ubun dan padang pasir Mekah berubah menjadi perapian yang begitu menyengat, orang-orang Quraisy itu mulai membuka pakaian orang-orang Islam yang tertindas itu, lalu memakaikan baju besi pada mereka dan membiarkan mereka terbakar oleh sengatan matahari yang terasa semakin terik. Tidak cukup sampai di sana, orang-orang Quraisy itu mencambuk tubuh mereka sambil memaksa mereka mencaci maki Muhammad.
Adakalanya, saat siksaan terasa begitu berat dan kekuatan tubuh orang-orang Islam yang tertindas itu semakin lemah untuk menahannya, mereka mengikuti kemauan orang-orang Quraisy yang menyiksa mereka secara lahir, sementara hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Bilal, semoga Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih terasa terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah dan perjuangan di jalan-Nya.
Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad … (Allah Maha Esa).” Mereka menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad ….“ Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad….”
Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan ‘Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!”
Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras.
Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Abthah Mekah. Sementara itu, Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, “Ahad…, Ahad…, Ahad…, Ahad….” Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah.
Suatu ketika, Abu Bakar Rodhiallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas.
Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, “Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya.”
Abu Bakar membalas, “Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya.”
Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkeraman para penyiksanya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakar, “Kalau begitu, biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai Abu Bakar.”
Ash-Shiddiq Rodhiallahu ‘anhu menjawab, “Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah.”
Setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah, mereka segera berhijrah, termasuk Bilal Rodhiallahu ‘anhu. Setibanya di Madinah, Bilal tinggal satu rumah dengan Abu Bakar dan ‘Amir bin Fihr. Malangnya, mereka terkena penyakit demam. Apabila demamnya agak reda, Bilal melantunkan gurindam kerinduan dengan suaranya yang jernih,
Duhai malangnya aku, akankah suatu malam nanti
Aku bermalam di Fakh dikelilingi pohon idzkhir dan jalil
Akankah suatu hari nanti aku minum air Mijannah
Akankah aku melihat lagi pegunungan Syamah dan Thafil
Tidak perlu heran, mengapa Bilal begitu mendambakan Mekah dan perkampungannya; merindukan lembah dan pegunungannya, karena di sanalah ia merasakan nikmatnya iman. Di sanalah ia menikmati segala bentuk siksaan untuk mendapatkan keridhaan Allah. Di sanalah ia berhasil melawan nafsu dan godaan setan.
Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang-orang Quraisy yang kerap menyiksanya. Kini, ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai Nabi sekaligus kekasihnya, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. Bilal selalu mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ke mana pun beliau pergi. Selalu bersamanya saat shalat maupun ketika pergi untuk berjihad. Kebersamaannya dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ibarat bayangan yang tidak pernah lepas dari pemiliknya.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan azan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan (muazin) dalam sejarah Islam.
Biasanya, setelah mengumandangkan azan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam seraya berseru, “Hayya ‘alashsholaati hayya ‘alashsholaati…(Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan….)” Lalu, ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat.
Suatu ketika, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang termasuk barang-barang paling istimewa miliknya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu Thalib dan Umar ibnul Khaththab, tapi tidak lama kemudian, beliau memberikan tombak itu kepada Bilal. Sejak saat itu, selama Nabi hidup, Bilal selalu membawa tombak pendek itu ke mana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua shalat ‘id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat istisqa’ (mohon turun hujan), dan menancapkannya di hadapan beliau saat melakukan shalat di luar masjid.
Bilal menyertai Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam Perang Badar. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah memenuhi janji-Nya dan menolong tentara-Nya. Ia juga melihat langsung tewasnya para pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan hebat. Ia melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus pedang kaum muslimin dan darahnya mengalir deras karena tusukan tombak orang-orang yang mereka siksa dahulu.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menaklukkan kota Mekah, beliau berjalan di depan pasukan hijaunya bersama ’sang pengumandang panggilan langit’, Bilal bin Rabah. Saat masuk ke Ka’bah, beliau hanya ditemani oleh tiga orang, yaitu Utsman bin Thalhah, pembawa kunci Ka’bah, Usamah bin Zaid, yang dikenal sebagai kekasih Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan putra dari kekasihnya, dan Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Shalat Zhuhur tiba. Ribuan orang berkumpul di sekitar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, termasuk orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam saat itu, baik dengan suka hati maupun terpaksa. Semuanya menyaksikan pemandangan yang agung itu. Pada saat-saat yang sangat bersejarah itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memanggil Bilal bin Rabah agar naik ke atap Ka’bah untuk mengumandangkan kalimat tauhid dari sana. Bilal melaksanakan perintah Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan senang hati, lalu mengumandangkan azan dengan suaranya yang bersih dan jelas.
Ribuan pasang mata memandang ke arahnya dan ribuan lidah mengikuti kalimat azan yang dikumandangkannya. Tetapi di sisi lain, orang-orang yang tidak beriman dengan sepenuh hatinya, tak kuasa memendam hasad di dalam dada. Mereka merasa kedengkian telah merobek-robek hati mereka.
Saat azan yang dikumandangkan Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”. Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, “Sungguh, Allah telah mengangkat kedudukanmu. Memang, kami tetap akan shalat, tapi demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi.” Maksudnya, adalah ayahnya yang tewas dalam Perang Badar.
Khalid bin Usaid berkata, “Aku bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan ayahku dengan tidak menyaksikan peristiwa hari ini.” Kebetulan ayahnya meninggal sehari sebelum Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masuk ke kota Mekah..
Sementara al-Harits bin Hisyam berkata, “Sungguh malang nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Ka’bah.”
AI-Hakam bin Abu al-’Ash berkata, “Demi Allah, ini musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini (Ka’bah).”
Sementara Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya berkata, “Aku tidak mengatakan apa pun, karena kalau aku membuat pernyataan, walau hanya satu kalimat, maka pasti akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah.”
Bilal menjadi muazin tetap selama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam hidup. Selama itu pula, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sangat menyukai suara yang saat disiksa dengan siksaan yang begitu berat di masa lalu, ia melantunkan kata, “Ahad…, Ahad… (Allah Maha Esa).”
Sesaat setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengembuskan napas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan, sementara jasad Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.
Sejak kepergian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, Bilal hanya sanggup mengumandangkan azan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, ia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu.
Karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, yang menggantikan posisi Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandangkan azan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam.
Awalnya, ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata, “Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya.”
Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah.”
Bilal menyahut, “Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan azan untuk siapa pun setelah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam wafat.”
Abu Bakar menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.” Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan azan hingga kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal Rodhiallahu ‘anhu setelah terpisah cukup lama.
Umar sangat merindukan pertemuan dengan Bilal dan menaruh rasa hormat begitu besar kepadanya, sehingga jika ada yang menyebut-nyebut nama Abu Bakar ash-Shiddiq di depannya, maka Umar segera menimpali (yang artinya), “Abu Bakar adalah tuan kita dan telah memerdekakan tuan kita (maksudnya Bilal).”
Dalam kesempatan pertemuan tersebut, sejumlah sahabat mendesak Bilal agar mau mengumandangkan azan di hadapan al-Faruq Umar ibnul Khaththab. Ketika suara Bilal yang nyaring itu kembali terdengar mengumandangkan azan, Umar tidak sanggup menahan tangisnya, maka iapun menangis tersedu-sedu, yang kemudian diikuti oleh seluruh sahabat yang hadir hingga janggut mereka basah dengan air mata. Suara Bilal membangkitkan segenap kerinduan mereka kepada masa-masa kehidupan yang dilewati di Madinah bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam..

BiIal, “pengumandang seruan langit itu”
, tetap tinggal di Damaskus hingga wafat.

A Crazy Little Thing Called Love

Bismillahirrahmanirrahim..


tik tok tik tok... jam stengah tujuh pagi.. niatnya berangkat sekolah.. tapiii, ntar aja deh, sejam lagi.. mau buat muhasabah untu diri sendiri.. wahai dirikuu, dengarkan dengan seksama..

a crazy little thing called love, sebuah film dari thailand. kisahnya indah sekali, dramatis.. -_-.. bukan bukan.. aku tidak ingin menceritakan betapa irinya aku dengan kisah cinta Nam dan kak Shone.. bukan tentang ituu...

tapi, ini masih tentang cinta.. Ya, yang huruf depannya C besar itu..
tentang bagaimana seorang Nam yang mati-matian merubah dirinya demi dia, orang yang ia sukai, Khun Shone..
tentang pengorbanan Khun Nam demi Khun Shone.. bersedia melakukan apapun asalkan Khun Shone dapat menyadari kehadirannya..
tentang kebahagiaan saat Shone mengetahui namanya..
tentang rasa cemburu melihat ada orang lain yang juga mencintainya melebihi Nam..
tentang rasa yang membuncah..
tentang kesungguhan hati..
tentang cinta.. hal abstrak itu..

"Cinta bisa menguatkan kita, terutama menghadapi rasa takut" itu yang dikatakan Khun Shone di buku tempelnya

Sekarang, dengar baik-baik..
sesosok makhluk indah yang bisa membuatmu jatuh cinta, bukankah penciptanya lebih indah ?
misalkan kita alihkan cinta itu kepada Nya,
akankah kita seperti Khun Nam ?

akankah kita mati-matian merubah diri kita menjadi lebih baik agar Allah menyadari cinta kita ? untuk manusia saja bisa mengapa untuk Allah tidak ?
ah, masih jauh ya Rabb, masih jauh sekali..

akankah kita menitikan air mata saat merasa jauh dari-Nya ? aku pernah merasa amat sangat ketakutan jauh dari ibuku, tapi kenapa tidak pada-Mu Ya Rabb ?
Sebegitu jauhnya kah aku dariMu ya Rabb ?

akankah kita cemburu ? cemburu melihat orang lain lebih mencintai-Mu dan lebih Engkau cintai ?
aku sering cemburu pada makhluk, tapi, kenapa hati ini masih merasakan cinta selain padaMu ?
masih jauh.. :(

-----------------------------------------------------------

Bumi Allah, Makassar..

Sunday, June 5, 2011

Masih belum mengerti !

Bismillahirahmanirrahiim...


detik-detik cepat sekali berlalu melaluiku..
menit-menit mengikutinya..
jam, hari, pekan, bulan... demikian seterusnya..
tapi sampai sekarang ada beberapa yang masih belum ku mengerti...

orang-orang sibuk berpuisi cinta, ataupun puisi patah hati
ya, aku masih belum mengerti tentang persoalan yang paling sensitif ini..
makin disimak baik-baik...
disemua jejaring sosial manapun bisa kau jumpai..
aku sungguh tak habis pikir

قُلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوْجَهُمْ – إِلَى قَوْلِهِ تَعَلَى – وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ ..

“Katakan kepada kaum mukminin hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka –hingga firman-Nya- Dan katakan pula kepada kaum mukminat hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka ."

ini kisah seorang sahabat..
minggu ini di menceritakan betapa menawannya pangerannya itu
ia bercerita dengan bersemangat bahwa ia tidak akan berpaling darinya
dan ia juga menceritakan padaku betapa bahagianya ia saat pangerannya juga membalas perasaannya..
aku hanya tersenyum..

bulan berikutnya ia kembali datang padaku..
kali ini dengan berurai air mata..
ia menceritakan semua keburukan pangerannya -yang sekarang berubah jadi lelaki busuk-
hancur lebur hatinya. itu yang ia katakan.
aku hanya menenangkannya

tak lama setelah itu, ia lagi-lagi datang padaku dengan muka berseri
menemukan tambatan hati baru rupanya
ia berkata kali ini lelaki itu adalah lelaki paling baik dan paling romantis yang pernah ia jumpai..
tak ada hari tanpa kata cinta, tanpa pesan rindu..
syahdu sepertinya.. aku hanya mendo'akan yang terbaik untuknya..

baru beberapa hari setelah itu, ia datang (lagi) sambil memberi sumpah serapah pada lelaki romantisnya -yang sekarang ia sebut hidung belang-
menyesal pernah mengenalnya, menyesal termakan bualannya..
aku (lagi-lagi) hanya bisa menasihatinya semampuku..

lama tak ada kabar darinya. kupikir mungkin ia mulai kapok dengan urusan merah jambu ini.
ternyata dari beberapa teman, aku mendengar ia kembali merajut benang-benang cintanya dengan laki-laki lain. sepertinya sama sekali tidak kapok..
aku hanya geleng-geleng kepala..

-------------------------------------------------------------

Ya, aku tau susahnya tobat kalo sudah terkena virus yang satu ini. virus merah jambu.. (pengalaman.. hehe)..
kisah lain yang lebih islami (masih soal virus ini)..
tentang seorang aktivis dakwah. (islami kan?) nah, jangan sangka virus ini hanya mengganggu para awam saja. bahkan semua kalangan susah untuk dibiarkan lolos oleh virus ini.

mereka memang saling suka. bahkan satu sama lain sudah memperkenalkan pada orangtua masing-masing. tapi, yaa layaknya orang yang kena virus.. kemana pun terlihat berdua..

pasangan yang satu ini lain lagi. mereka sempat mengutarakan perasaan sayang yang ternyata berbalas. tapi mereka seketika bingung. akhirnya yang akhwat menemuiku dan yang ikhwan menemui seorang akhifillah, anggap saja dia si x, meminta pendapat. entah apa yang dikatakan si x ini, yang jelas, aku bilang "bukankah lebih baik kalian berteman saja dulu ? itu lebih baik ukh".
yah, mungkin perkataan ku itulah yang memicu ia menuliskan sebuah tulisan yang menyatakan perasaannya yang perih, sakit dan entah apa dan entah kenapa. ia menyebutnya "galau", sering kuperhatikan matanya sembab.

Ya Allah, kuatkanlah Iman kami ya Rabb.. semoga kami tetap istiqomah.

-------------------------------------------------------------

ini tidak akan pernah ada habisnya..
virus ini benar-benar cerdik.. yang muda ditipu agar pacaran
yang tua ditipu agar selingkuh..
walah.. walah..

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ

“Sesungguh dunia itu manis dan hijau dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kalian sebagai khalifah di atas kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerhatikan amalan kalian. mk berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan wanita krn sesungguh awal fitnah Bani Israil dari kaum wanita.”

kenapa harus pacaran ukhtifillah ? akhifillah ?
takut ndak dapat jodoh ?

إِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ الْمَنْطِقُ، وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ

“Sesungguhnya Allah menetapkan untuk anak adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya. Zina mata adalah dengan memandang, zina lisan adalah dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan dan berangan-angan, lalu farji (kemaluan) yang akan membenarkan atau mendustakannya.” (HR. Bukhari & Muslim).

Ya Allah, Ya Rabb... aku tau yang kekal hanya Cinta-Mu.. biarkan kami mengerti tentang ini.. biarkan kami memaknai Cinta-Mu, cinta yang hakiki..
Amin ya Rabb..

Friday, June 3, 2011

Undefined Holiday

Bismillahirrahmanirrahiim


ternyata besok sudah masuk sekolah lagi. rasanya baru kemarin deh liburnya (pengennya libur terus). wah, habis liburan malah langsung ulangan semester. ya Allah.. -_-
tapi liburan kali ini adalah liburan ter-aneh diantara liburan-liburanku sebelumnya. Liburan kali ini aku mengerjakan pekerjaan yang paling perempuan #baca : masak, menjahit, nyuci,dkk sampai pekerjaan yang paling laki-laki #baca : ganti oli motor, nyuci motor, nebang pohon, dkk. but it was a great holiday.. :)

ada yang menarik dari liburan kali ini. sebenarnya sudah niat bikin soal kakek tua dari dulu sih, tapi karena perjumpaanku dengan seorang kakek tua setiap waktu sholat dikumandangkan di masjid selama liburan. keinginanku makin besar untuk menuliskan sesuatu tentang kakek ini.

Ia seumuran dengan mbah roko (kakek dari mamah).
80-90 tahunanlah.
Tiap kali melihatnya siapapun pasti akan iba.
ia seorang penarik becak di daerah rumahku. Perumahan Dosen.
Tak Jarang juga aku lihat ia sedang membersihkan pekarangan rumah orang.
Pernah sekali aku membayangkan bagaimana lelahnya jadi di Kakek ini.
jadi, ketika itu aku meminta izin untuk jadi penarik becaknya dan si kakek jadi penumpang.
Ternyata susah lho.
apalagi di Perdos banyak tanjakan. Aku menyerah dan menyerahkan becaknya pada si kakek lagi. Sambil berjalan, kebetulan rumahku sudah dekat, aku mengajaknya bicara sebentar. ia bercerita soal keluarganya dengan semangat dan riang. seolah tanpa beban.
Ya Allah, tapi suatu hari akhirnya aku sempat berbincang banyak dengan si kakek di pelantaran masjid, aku bertanya apa ia merasa menderita hidup seperti itu ?
dengan senyum-tanpa gigi- nya sambil menghisap rokok yang tinggal sesenti itu kakek berkata (yang artinya) :

Saya bersyukur kok bisa hidup seperti ini, masih bisa ke masjid, masih bisa cari pahala. wah, hidup saya lebih dari sempurna

DEG.
aku syok mendengarnya.
entah berapa kali aku mengeluh dalam hidupku. tapi kakek dengan segala kesusahan hidupnya tidak pernah mengeluh.
entah berapa kali aku mengumpat dalam hati akan nasibku, tapi kakek dengan riang menjalani garis nasibnya.
entah berapa kali aku lupa bersyukur pada semua nikmat-nikmat yang ku dapat, tapi kakek. ia tak pernah lupa bersyukur sama Allah..

"Fa biayyi aala i rabbikumaa tukadzibaan"

Wednesday, June 1, 2011

Being Lonely



Bismillahirrahmanirrahiim..

Waktunya sendiri itu waktu yang paling pas buat mikir. flashback memori masa lalu, nginget-nginget kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuat, Pokok nya Muhasabah lah..
Omong-omong soal muhasabah, ada kiriman dari seorang ukhtifillah.. baca deh :

Sebuah Muhasabah Diri

Ya Rabb,
Aku hanyalah sebutir pasir di gurun-Mu yang luas
Aku hanyalah setetes embun di lautanMu yang meluap hingga ke seluruh samudra
Aku hanya sepotong rumput di padangMu yang memenuhi bumi
Aku hanya sebutir kerikil di gunungMu yang menjulang menyapa langit
Aku hanya seonggok bintang kecil yang redup di samudra langit Mu yang tanpa batas

Ya Rabb,
Hamba yang hina ini menyadari tiada artinya diri ini di hadapanMu
Tiada Engkau sedikitpun memerlukan akan tetapi …
hamba terus menggantungkan segunung harapan pada Mu

Ya Rabb, ibadahku hanya sepercik air
Bagaimana mungkin sepercik air itu dapat memadamkan api neraka Mu
Betapa sadar diri begitu hina dihadapanMu
Jangan jadikan hamba hina dihadapan makhlukMu
Diri yang tangannya banyak maksiat ini,
Mulut yang banyak maksiat ini,
Mata yang banyak maksiat ini…
Hati yang telah terkotori oleh noda ini…memiliki keinginan setinggi langit
Mungkinkah hamba yang hina ini menatap wajahMu ?

Mungkin tanpa kami sadari , kamu pernah melanggar aturanMU
Melanggar aturtan qiyadah kami,bahkan terlena dan tak mau tahu akan amanah
Yang telah Tuhan percayakan kepada kami…Ampunilah kami
Janganlah kau cabut nyawaku dalam keadaan lupa pada Mu
Atau….dalam maksiat kepadaMu “Ya Tuhanku Tutuplah untuk ku dengan sebaik-baiknya penutupan !!”

Dari Syadad bin Aus ra, dari Nabi Muhammad SAW, bahwa beliau berkata, ‘Orang yang pandai adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT. (Imam Turmudzi) berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan, dan makna sabda Rasul SAW ( دان نفسه ) adalah ( حاسب نفسه في الدنيا قبل أن يحاسب يوم القيامة ) ‘orang yang menghisab (mengevaluasi diri) di dunia sebelum dihisab pada hari akhir.’

Dan diriwayatkan dari Umar bin Khatab ra beliau berkata, ‘hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kaliau untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab dirinya di dunia. Dan diriwayatkan pula dari Maimun bin Mihran bahwa ia berkata, seoarng hamba tidak dikatakan bertakwa hingga ia menghisab dirinya sebagaimana dihisabnya pengikutnya dari mana makanan dan pakaiannya.