Thursday, January 22, 2015

Pardon My Delusion

9.00 pm
almost the time, my selfishly claimed quality time with you. 
i have no idea why i keep waiting for an ordinary conversation with you. like today. 

"lagi apa ?" aku masih bingung kenapa kata sesederhana itu darimu bisa berbeda sekali jika diucapkan oleh orang lain.
"seperti biasa, hehe"
"lagi lihat fotoku ? kalau kangen kan tinggal telepon"
"terus kalau udah telepon gimana ? bikin tambah kangen nanti, bikin pengen ketemu kamu"

tiga kalimat terakhir sayangnya hanya berlangsung dipikiranku saja. 

"lagi kangen kamu" suaraku mulai bergetar, meratapi jarak
"aku juga. kamu baik-baik saja kan disana?"
"iya, disini semuanya baik, tapi ada yang kurang. kamu"
"..." ah, aku malah membuatmu makin merasa bersalah.
"kamu sehat kan disana ? bahagia ?" buru-buru aku mengalihkan pembicaraan
"alhamdulillah, demi kamu, aku selalu bahagia disini"

"hei, kamu masih disana ? lagi sibuk ya ?"

ah, lagi-lagi aku mengkhayalkan percakapan yang mustahil terjadi. 

Choose to Love

"We should get divorce"
"Astaghfirullah, istighfar ma. aku salah apa ? kita bisa bicarain baik-baik."
"No, it's not your fault"
"Terus apa ?"
"It's just.. I just don't love you no more"

Well, percakapan seperti itu sayangnya bukan cuma ada di naskah sinetron puluhan episode. Alasan klise seperti cinta bisa membuat orang sakit hati, anak-anak terlantar, dan orang-orang dengan gangguan kejiwaan. Aku tidak bercanda, keluarga adalah pilar utama pembentukan akhlak dan kepribadian anak. Lalu dengan alasan tidak cinta lagi, jatuh cinta pada wanita lain, ah ! aku benci sekali >.<!

"Love didn't happen to us. We're in love because each of us made the choice to be"
Kamu, siapapun kamu. Cintamu itu harusnya seperti apa ? penampilannya ? gaya bicaranya ? gaya hidupnya ? selera musiknya ? hartanya ? orangtuanya orang penting ? ah, pantas saja cinta terasa semu sekali. pantas saja banyak anak tidak berdosa jadi korban keegoisan cintamu. 

We better choose to love, someone who loves Allah. 
then, our love is eternal.