Thursday, June 17, 2010

Ana Part 3

"huuuh... dasar weker sial !" gerutu ana sambil melemparkan bantal ke arah jam wekernya. Harusnya jam itu membangunkannya setengah jam yang lalu. tanpa sempat mandi, ana mengganti baju tidurnya dengan celana olahraga dan baju hijau miliknya. lima belas menit lagi ia harus sudah tiba di sekolah. Ana berjalan terburu-buru ke ruang tamunya sambil mengenakan jilbab kesayangannya.
"ya ampun ana, kamu kok buru-buru banget ? mau kemana ? ini kan hari minggu biasanya kamu bangunnya nanti kalo film kartun udah mulai." kata mama melihat ana mengikat tali sepatunya dengan cepat.
"hari ini kan ada latihan basket ma, aku berangkat dulu ya. Assalamu'alaikum " ana menyalami mamanya dan segera melesat pergi.
"Ana, tunggu.. kamu sarapan dulu... !" teriak mama. Ana sudah berlari jauh ke arah jalan.

-------------------------------------------------------------------------------------

"fiuh.. tepat waktu " kata ana dalam hati sambil tersenyum melihat orang itu sudah ada disana dengan pakaian olahraga yang membuatnya terlihat makin keren dimata ana. Orang yang membuatnya rela meninggalkan kartun kesukaannya. ia juga melihat ada beberapa orang yang ia kenal. Ia melihat teman sekelasnya, yulia kusumawardani, devi puspitasari, dan beberapa dari kelas lain. pelatih memperkenalkan dirinya sebagai guru bahasa indonesia di SMP kachak itu. Ana merasa pernah melihat pelatih itu disuatu tempat, tapi ia tak terlalu memikirkannya.

Pemanasan pun dimulai, mereka brlari keliling lapangan basket 5 putaran. Memang lapangan itu tidak sebesar lapangan basket di SD nya dulu, namun berlari tepat di belakang adit membuat jantung ana berdebar tak keruan. berkali-kali ana menahan nafasnya saat adit menoleh ke belakang. latihan pun dimulai, kali ini pelatih menyuruh mereka untuk memperlihatkan kebolehan mereka dalam men-dribble bola.
"kamu !" katanya sambil menunjuk seorang anak laki-laki berpakaian basket merah yang lumayan ngejreng. Orang yang ditunjuk langsung mengambil bola basket yang tergeletak disamping lapangan.
pelatih pun berkata lagi "Indra, kamu juga main " katanya sambil menunjuk ke arah ana. Ana bingung sekaligus kaget mmendengar nama itu, ia menoleh ke belakang, siapa tau orang lain yang dimaksudkan pelatih itu. tapi dibelakangnya hanya ada diana dan arini.
"saya pak ?" tanya ana bingung.
"iya kamu, siapa lagi. cepat turun " sahut pak dedi, pelatih mereka
"i..iya pak.. " kata ana
Ana pun men-dribble bola bersama dengan cowok berbaju merah itu dengan gugup. Ia tak pernah suka dilihat oleh banyak orang, apalagi oleh adit. ia takut melakukan kesalahan didepannya. Dengan lincah ana mendribble bolanya, ia sampai lebih dulu dibanding cowok berbaju merah itu, mungkin karena ia pernah diajari basket oleh indra saat mereka masih kecil.
Tiba-tiba ana teringat sesuatu. Indra. Pelatih tadi menyebutnya dengan nama itu, akhirnya ia ingat dimana ia pernah bertemu dengan pelatih. pelatih adalah Om nya Indra. seketika tubuh ana lemas. Ia sama sekali tidak ingin mengingat indra lagi.

Latihan pertama mereka berjalan dengan lumayan seru, terutama untuk ana. Ia bersyukur
bisa melihat adit bermain basket. Ia lagi-lagi terlihat amat mengesankan dimata ana. Ana tak bisa melepaskan arah pandangannya dari pria itu. Tak terasa, latihan pun usai. di tengah perjalanan pulangnya ana baru sadar, perutnya perih sekali. Ia ingat kalau ia belum sarapan tadi pagi.












---- besok ku lanjutin ya ----
ga kuat di depan komputer lama-lama...
T^T

Monday, June 14, 2010

Ana Part 2

nafasnya memburu... ia berharap segera menemukan pintu keluar..
jujur, ia amat sangat takut pada kegelapan dan ini adalah kegelapan yang amat sangat menakutkan.. ia sudah hampir putus asa..

"riiiinggg... riiiingg... riiiinggg...."

ana terlonjak kaget.. ia merasakan nafasnya masih tersengal.. sepertinya ia diselamatkan lagi dari mimpi buruknya.. jam weker kesayangannya sudah ia anggap sebagai pahlawan setiap pagi.. entah apa lagi yang menanti di mimpinya jika jam itu tidak berbunyi... Ana melirik ke arah jamnya, pukul 5.00 , sepertinya ia harus memulai rutinitasnya lagi hari ini.

Ana menggeliat sejenak untuk meregangkan otot-ototnya yang tegang. ia baru teringat kalau hari ini adalah hari pertama penerimaan siswa baru di smp barunya.
"sepertinya akan membosankan" batin ana dalam hati.
Ana beranjak ke kamar mandi dan menghilangkan penat nya dengan berwudhu, ia harus bersiap memasang senyum termanisnya untuk bundanya tercinta. Kematian Ayah pasti cukup membuat bunda tertekan, ana tak mau membuat bunda lebih tertekan lagi.

setelah siap dengan setelan baju putih dan rok panjang kotak-kotak biru lengkap dengan jilbab modis yang terpasang manis dikepalanya, ia keluar dari kamarnya menuju ruang makan.

"Pagi ana sayang. wah, anak bunda sudah smp sekarang. makin besar makin cantik deh" sapa bunda melihatku dengan seragam smp kachak baruku.
"Pagi bunda, ah, bunda bisa aja" jawabku dengan senyum malu-malu dan segera duduk di kursi samping bunda.
"Ya udah, kamu makan dulu baru berangkat. Pak Wasimin sudah nunggu tuh diluar" kata bunda seraya mengambilkan nasi goreng kesukaan ana ke piringnya.
"oke bunda.."

------------------------------------------------------------------------------------

setibanya di sekolah barunya ini, Ana tak membuka mulut sekalipun. Ia bungkam karena memang tidak ada yang bisa diajaknya bicara. Ia tak mengenal siapapun disana. Keputusan Bunda untuk pindah dari Malang ke Bogor memang dirasakannya cukup tepat, sehari setelah ia bertemu Indra, sahabat kecilnya yang 4 tahun lebih tua darinya. Ana amat membenci Indra karena ia pergi meninggalkannya justru disaat ana sangat membutuhkannya. saat ana tak mampu lagi menahan beban psikologis akibat pertengkaran ayah bundanya. dan saat Indra datang kembali, ana memutuskan untuk setuju pada ajakan bunda untuk pindah.

Acara penyambutan siswa baru berlangsung seperti yang ana perkirakan. Membosankan. Sekolahnya ini termasuk sekolah unggulan, bangunan sekolahnya bertingkat tiga. satu tingkat untuk satu angkatan dan malangnya siswa baru berada di tingkat paling atas. Ruang guru, kantin, perpustakaan dan labolatorium berada di bangunan terpisah.

"hoahm..." ana menguap lebar karena bosan menunggu namanya disebut pada saat pembagian kelas.
"ini akan amat sangat membosankan" pikir ana
"KELAS 7.B.. Akbar Risyad, Asriyani Eka, ..................., Anandira Fitri,...." Ana mendengar namanya disebut dan langsung beranjak dari tempatnya menuju ruangan 7.B.
tulisan "GUGUS OSIRIS" terpampang dipintu masuk kelas baru yang akan ditempati ana selama satu tahun ini. Ana melihatnya acuh tak acuh. Ia bersiap masuk ke dalam kelas dengan senyum yang amat ia paksakan dan keringat yang mulai mengisi wajahnya karena lelah menaiki tangga. Disana sudah ada sekitar 20 orang dan begitu memasuki ruangan, ana langsung disuruh memperkenalkan diri oleh seorang kakak yang lumayan tampan yang ana yakin pasti kakak gugusnya. Ana sadar bahwa ialah yang terakhir masuk kelas.

Ana berdiri kikuk di depan kelas. Ia paling tidak suka menjadi pusat perhatian banyak orang seperti ini.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh.. saya Anandira Fitri, teman-teman bisa memanggil saya Ana. Saya dari SDIT Ar-Rahmah Malang. Rumah saya di Jalan Radar no.89. Salam Kenal" kata ana sedikit terbata-bata.
"Baiklah ana," kata kakak yang tampan yang ana tahu namanya adalah Fikri."Silahkan duduk ditempat kosong disamping Aditya." lanjutnya.
"iya kak." kata ana.

Desiran halus aneh tiba-tiba berhembus lembut didada ana ketika pandangannya tertuju pada orang yang tadi ditunjuk oleh kak Fikri. Seorang anak laki-laki yang cakep dengan senyum yang amat manis terpampang di bibirnya. Ana segera menunduk karena merasakan wajahnya memerah dan degup jantungnya berirama aneh. Ia segera melangkahkan kakinya dengan hati-hati dan duduk tepat disamping anak laki-laki tampan bernama aditya itu.
"Hei... kenalin." ana menoleh mendengar suara disampingnya.
"Aditya Dilan, panggil aja Adit" kata adit dengan senyum manis sambil menjulurkan tangannya pada ana.
"umn.. a.. ana" jawab ana gugup menbalas jabatan tangan adit.. Ia menatap Adit lekat-lekat. Ia baru menyadari bahwa cowok dihadapannya itu terlihat lebih tampan dari dekat. Ana merasakan debar jantungnya makin tak beraturan.. Ia segera melepaskan tangannya yg terasa dingin dari tangan adit yang terasa hangat.
"gugup ya? tenang aja. klo baru pertama masuk sekolah emang gitu" kata adit salah mengartikan kegugupan ana.
ana hanya mengangguk.. hari itu ana lebih banyak tersenyum dari biasanya.

Ana menyadari bahwa sepertinya hidupnnya akan berubah.. karena ia baru saja menemukan cinta pertama yang akan mengisi hari-harinya