“Emangnya kamu tau apa soal berkorban ?!”
Aku terdiam sebentar disuguhi petanyaan retoris yang cukup menyentak itu.
Hari ini diawali dengan sebuah sesi ‘curhat’ yang agak cukup lama dari seorang sahabat jauh. Cinta memang jadi masalah paling menarik untuk diceritakan bagi remaja. Kali ini juga masalahnya cinta. Kata orang hidup tanpa cinta itu bagai sayur tanpa garam, terasa hambar. tsaaah~
Hari ini diawali dengan sebuah sesi ‘curhat’ yang agak cukup lama dari seorang sahabat jauh. Cinta memang jadi masalah paling menarik untuk diceritakan bagi remaja. Kali ini juga masalahnya cinta. Kata orang hidup tanpa cinta itu bagai sayur tanpa garam, terasa hambar. tsaaah~
“Ai, aku udah nggak tahan lagi sama dia.” tahu-tahu pagi-pagi buta begini ada chat keluhan via line. Aku jadi serasa customer service
“Lho, memang ada apa dengan dia ?”
Sahabat jauhku itu menceritakan tentang pengorbanan cinta yang begitu besar yang selama ini ia berikan kepada kekasih hatinya tercinta. Cinta memang terasa belum sempurna jika tidak ada pengorbanan yang kita berikan kepada yang kita cinta. Setidaknya begitulah menurutnya. Ia mulai muak pada kekasihnya yang tidak pernah menghargai pengorbanannya dan sama sekali tidak terlihat tertarik untuk berkorban demi dirinya. Haah, aku bingung harus merespon seperti apa.
“Aku tahu apa soal berkorban ?”
Pertanyaan itu berkali-kali berputar di kepalaku tadi pagi. Tentu saja bukan berkorban jiwa dan perasaan ala novel picisan yang kumaksud.
Pertanyaan itu berkali-kali berputar di kepalaku tadi pagi. Tentu saja bukan berkorban jiwa dan perasaan ala novel picisan yang kumaksud.
Pertanyaan itu tetap menjadi pertanyaan sampai tadi sore, sebelum aku bertemu seorang ibu muda cantik, salah satu orang yang aku jadikan sebagai madrasah.
“Berkorban ? tidak ada yang lebih tau tentang pengorbanan dibandingkan seorang wanita syahidah pertama dalam sejarah islam, ai” katanya lembut menanggapi pertanyaanku.
“Sebelum ajaran islam sampai ke telinganya, ia dan suaminya hidup tentram walaupun menjadi seorang budak di Mekkah. Sampai suatu hari, anaknya yang telah baligh, Ammar ibn Yasir datang kepadanya membawa cahaya islam dari Rasulullah.”
“Seperti yang kita tau ai, orang kafir tidak akan pernah puas dan berhenti sampai orang mukmin kembali pada ajaran nenek moyang mereka. Dan mulai-lah penderitaan fisik dan batin ia terima dari Bani Makhzum. mereka menaburi tubuhnya dengan pasir yang sangat panas, dan meletakkan di dadanya sebongkah batu yang sangat berat”
“Ai, kamu tau apa yang ia katakan ? Ya, ia tetap teguh dan meneriakkan satu kata cinta seperti Bilal. “Ahad.. ahad !” Karena ia telah mendengar Rasulullah bersabda bahwa tempat kembalinya adalah syurga”
“Dan semua berakhir pada saat ia ditusuk dengan besi panas dari qubul hingga kepalanya. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Syahid-lah seorang wanita yang begitu mulia mempertahankan imannya. Ia menukar ketenangan hidupnya dengan siksaan demi sesuatu yang ia cintai. Ai, pengorbanan nyawa adalah puncak dari kecintaan Sumayyah binti Khayyat kepada Rabb-nya, cinta yang haq. Itulah pengorbanan cinta bagi orang-orang yang diberi pemahaman baik”
Aku diam. Ternyata aku memang tidak mengerti sama sekali tentang berkorban.
—————————————————–
Makassar, 18-08-2013
Diajak berkorban nyawa demi saudara kita di Mesir, Tidak berani -___-
Iman-ku jelas jauh di bawah rata-rata -________-
Diajak berkorban nyawa demi saudara kita di Mesir, Tidak berani -___-
Iman-ku jelas jauh di bawah rata-rata -________-
No comments:
Post a Comment