Monday, August 18, 2014

Mungkin Kita Belum Pantas


Bismillah,

Pemahaman-pemahaman baru yang datang ini menyerap seluruh waktuku untuk merenung. Dan fakta bahwa hari ini tidak cukup banyak waktu yang tersedia untuk merenung membuatku lemas. Iya, karena merenung berarti banyak buatku, mengisi ulang energi yang menguap dengan cepat hari ini.

Bulan agustus tiap tahunnya pasti selalu didominasi warna hitam dan putih. Setidaknya kalau kita pergi ke kampus masing-masing. Jadi ingat tahun lalu, waktu tiap hari di dominasi keluhan, umpatan dan kejengkelan luar biasa pada panitia. Tumpukan tugas yang menambah berat beban otot. Haah, rasanya baru kemarin semua ketegangan-ketegangan itu terjadi. Sekarang (mungkin) umpatan, keluhan itu salah satunya ditunjukkan kepadaku. Haha, benar-benar.


Pada hakikatnya, proses pengkaderan adalah salah satu dari begitu banyak hal yang mendewasakan diri kita. Memang, butuh waktu sampai semua proses itu berakhir menjadi hasil yang manfaatnya hanya dirasakan bagi segelintir orang saja.


Ditengah acara pembinaan mahasiswa tadi, dalam waktu merenung yang cukup singkat, aku membuka-buka catatan lama. Lalu menemukan sebuah coretan umpatan khas seorang maba. Tentang ketidak-sinkronan antara lidah dan otak milik para senior. Coretan yang penuh emosi. Lucu sekali.


Tapi sekarang sama sekali tidak lucu lagi. Sebuah ke-munafikan yang diturun-temurunkan bahkan tidak disadari bahwa itu munafik adalah sebuah tindakan yang maha bodoh.


Maksudku adalah, apa yang akan kau pikirkan jika seseorang melarangmu merokok, sementara ia terang-terangan merokok dihadapan semua orang. Memamerkan rokoknya dengan bangga. That kind of person absolutely made us annoyed.


Sama halnya dengan yang baru-baru saja aku lihat barusan. Bagaimana rasanya jika ada orang yang menyuruhmu untuk berpakaian yang pantas, tidak ketat demi memperlihatkan perilaku yang pantas sebagai seorang mahasiswa yang ingin menuntut ilmu, sementaraa, orang lain yang sudah lebih dahulu tahu bagaimana seharusnya “perilaku” seorang mahasiswa malah memberi contoh yang tidak baik dengan terang-terangan memakai pakaian ketat dan transparan di depan kita. Seperti menjilat ludah sendiri kan ?


Kadang, manusia memang lebih mengenang sesuatu yang jelek mengenai orang lain, dibanding sisi baiknya. Karena itu lebih membekas. Benar-benar sifat natural manusia.


Tapi apa kita ingin dikenang seperti Al-Hajjaj Ibn Yusuf Ats-Tsaqafi ? Walaupun banyak hal baik yang ia kerjakan, sumbangsihnya dalam meletakkan baris bacaan al-qur’an, meluaskan kerajaan Bani Umayyah dan ahli dalam strategi peperangan. Tidak sedikit kontribusinya gubernur baghdad ini untuk islam.


Hanya saja, perilaku dzalim pun tidak mudah dilupakan bagi orang yang merasa di dzalimi. Akan banyak kebencian yang timbul. Begitupun Al-Hajjaj Ibn Yusuf Ats-Tsaqafi, lebih banyak keburukan beliau yang di ceritakan sejarah. Entah benar, entah yang dibuat-buat oleh golongan-golongan yang merasa terdzalimi. Kita tidak ingin diingat sebagai orang yang buruk kan ?


Tentu saja orang dewasa yang paham akan mengerti mengapa proses pengkaderan (disebagian universitas di nusantara) ini berlangsung seperti ini, ada pemahaman baik yang ingin ditanamkan. Tapi apa sesuatu hal baik yang diawali dengan sesuatu yang tidak baik akan berjalan lancar ?


Memang sebaiknya kita me-muhasabah diri kita masing masing sebelum kalap berkata-kata yang tidak pantas kita katakan. Kita harus bercermin. Pantaskah kita ? Atau kita akan dikenang buruk karena cermin kita tidak cukup besar memantulkan kapasitas diri, hingga yang lain terdzalimi.


Pantaskah ?


——————————————————————-


Makassar, 21-08-2013
“Kak, Maba belum sholat ashar, sudah hampir pukul 5″
“Tunggu dek, setengah jam lagi selesai kok. Sholat mah gampang”



Pembicaraan hari ini yang membuatku istighfar berkali-kali. Sesuatu yang niatnya baik, apa akan berjalan baik jika Allah tidak Ridho ?

No comments:

Post a Comment