Friday, October 18, 2013

Simfoni Rintik Hujan

Simfoni Rintik Hujan (Makassar, saat hujan turun di puncak kemarau)
Langit dan pelangi, lagi-lagi.

Kepada Ren, sang pria hujan yang tidak takut hilang demi mengantarkan pelangi menuju langit,
Hei ren, Malam selalu begitu mudahnya hilang, tergelincir larut meninggalkanku sendiri dalam hening. Tapi tidak dengan cinta, seberapapun kerasnya aku menolak kehadirannya yang biasanya mampu menghilangkan seratus persen hasratku untuk memahami kata-demi-kata yang terlontar dari mulut pendongeng ternama, tetap tidak bisa. Entah kenapa.  

Rasanya ditinggalkan(mu), Ayah

Bismillah,

Hari ini terhitung selusin hari berselang setelah sebuah telepon tengah malam dari adek nyadarin aisyah dari lamunan bahwa : Aisyah tidak punya waktu seumur hidup untuk bisa berbakti dan membahagiakan Ayah dan Mamah.

Tanggal 6 oktober lalu ayah pergi. Perasaan aisyah benar-benar campur aduk tidak karuan. Sebelumnya, aisyah belum pernah merasakan orang terdekat pergi. Bukan dalam jangka waktu yang pendek dan sementara. Tapi selamanya, pergi menuju kekekalan.

Respon pertama yang muncul setelah pemberitahuan dari adek adalah nangis. Penyesalan dan rasa kehilangan tiba-tiba saling berlomba mengisi "jeda" kosong sedetik setelah adek menutup telpon. Pet ! seperti ada saklar dalam diri aisyah. Saklar yang menyadarkan, Ayah sudah pergi sah.