Friday, October 18, 2013

Rasanya ditinggalkan(mu), Ayah

Bismillah,

Hari ini terhitung selusin hari berselang setelah sebuah telepon tengah malam dari adek nyadarin aisyah dari lamunan bahwa : Aisyah tidak punya waktu seumur hidup untuk bisa berbakti dan membahagiakan Ayah dan Mamah.

Tanggal 6 oktober lalu ayah pergi. Perasaan aisyah benar-benar campur aduk tidak karuan. Sebelumnya, aisyah belum pernah merasakan orang terdekat pergi. Bukan dalam jangka waktu yang pendek dan sementara. Tapi selamanya, pergi menuju kekekalan.

Respon pertama yang muncul setelah pemberitahuan dari adek adalah nangis. Penyesalan dan rasa kehilangan tiba-tiba saling berlomba mengisi "jeda" kosong sedetik setelah adek menutup telpon. Pet ! seperti ada saklar dalam diri aisyah. Saklar yang menyadarkan, Ayah sudah pergi sah.


Aisyah entah kenapa nulis ini sambil nangis, sama seperti hari Ahad pagi dua pekan yang lalu. Waktu rasanya sedang mempermainkan aisyah. Kenapa saat seperti ini ? Padahal selama ini kan aisyah selalu ada di Makassar. Tapi, pada saat terakhirnya Ayah, aisyah malah nggak ada disana sama sekali, nggak melihat saat-saat Ayah kembali ke  dekapan Allah.

Ada satu bagian dari diri aisyah yang merasa senang. Selama Ayah sakit, berkali-kali aisyah lihat ayah meringis, merintih kesakitan karena posisi tubuh yang tidak nyaman namun tak bisa digerakkan. Berkali-kali melihat ayah menahan sakit karena luka-luka lecet di tubuhnya, Melihat tatapan kosong ayah ke arah jendela, bosan karena tidak bisa lagi dengan bebas melangkahkan kaki kemana-pun sesuka hati. Melihat ayah batuk saat makan, susah menelan saat minum, mengigau saat tidur. Aisyah langsung hancur, karena aisyah sama sekali nggak bisa apa-apa, nggak bisa meringankan semua rasa sakit dan jenuh yang ayah alami, bahkan kadang aisyah merasa capek dan malas mengurus ayah. Ada bagian dari diri aisyah yang lega, sekarang ayah sudah bisa tersenyum bahagia terus, semua rasa sakitnya sudah hilang, diambil sama Allah. Ayah nggak menderita lagi.

Tapi, aisyah nggak ngerti kenapa, lebih banyak bagian dalam diri aisyah yang sedih. Sepanjang perjalanan dari bandung menuju jakarta, tangisan aisyah nggak pernah berhenti. Airmatanya nggak bisa berhenti mengalir. Padahal aisyah pernah nulis di salah satu buku harian aisyah, aisyah pengen ayah masih ada menyaksikan aisyah menikah, ayah ada di pernikahan aisyah. Ayah melihat aisyah jadi pengantin wanita. Sekarang, aisyah udah nggak ada target untuk nikah muda lagi. Ayah udah pergi.

Aisyah nggak ngerti kenapa aisyah sedih, padahal aisyah tau, Allah pasti sudah mengampuni semua dosanya Ayah, iya kan Ya Allah ? semua sakit-sakit yang Ayah alami sudah jadi penghapus dosa Ayah. Aisyah yakin, Insya Allah ayah pasti bahagia di alam kubur dan masuk surga. Aamiin.

Tapi walaupun aisyah udah yakin, aisyah tetap sedih di tinggal Ayah. Saat pertama kali tiba di rumah Makassar, melihat ayah tertidur di tengah ruangan, dengan kain menutup seluruh tubuh Ayah, Airmata yang ter"pending" selama di perjalanan bersama Mas dari Jakarta sampai Makassar, nggak bisa lagi dibendung, semuanya seperti banjir. Mata yang dulu ikut menangis waktu aisyah cerita tentang kejadian sedih yang aisyah alami seharian kini tertutup, tidak ada lagi lengkungan bibir yang ikut tertawa kecil waktu aisyah sengaja menghibur dengan bertingkah konyol, tangan-tangan yang hangat, semuanya sekarang sudah berubah dingin. Ayah tidak ada lagi di jasad itu.

Aisyah termenung lama. Aisyah tau, aisyah sedih karena tidak maksimal mempergunakan waktu yang aisyah miliki untuk ayah, lebih sibuk dengan kegiatan sekolah dan kampus. Aisyah kadang masih mengeluh dengan ketidak-berdayaan ayah, aisyah menyesal karena selama ayah hidup, aisyah belum bisa membahagiakan ayah. Padahal aisyah tau, waktu kecil Ayah sayaaang banget sama aisyah, Ayah nggak pernah ngeluh ngurus aisyah selama mamah sakit karena hamil adek, Ayah memberi nama aisyah "nauli" yang dalam bahasa di tempat lahirnya ayah artinya cantik. Aisyah satu-satunya anak ayah yang ayah kasih nama. Ayah sayang sama aisyah selama hidupnya tapi sayang nya aisyah belum sama sekali menyamai sayangnya Ayah, aisyah masih belum berbakti sama Ayah.

Sekarang, Ayah sudah tenang di peristirahatan terakhirnya. Aisyah pasti bakal merindukan sosok Ayah. Semoga kelak kita sekeluarga dipertemukan di Surga sebagai satu keluarga lagi.

Selamat Jalan, Ayah.

Anakmu, yang mencintaimu,
Aisyah "Nauli Sihotang"


Tepat 60 hari sebelum ayah pergi (1 Syawal-1Dzulhijjah)

No comments:

Post a Comment