Sunday, September 29, 2013

Melodi Hujan (Sebuah Cerpen)

Bismillah,
Udah bertahun-tahun nggak buat cerpen yang bener-bener fiksi.. Ternyata masih bisa ngarang cerita juga :D ini diaa :

Melodi Hujan
( …Karena Euforia hujan selalu mengantarmu pada simfoni cinta)


Aku mencintai hujan…” Kata-katamu saat kita kecil masih terngiang jelas di telingaku hingga hari ini. Kalau bukan karena kau, aku tidak mungkin membenci dan mencintai hujan di saat yang bersamaan.

Tiga tahun sebelumnya . . .
“Raina !” Deg! Sebuah suara yang mampu membuat detak jantungku berubah takikardi terdengar memanggil namaku dari jauh. Aku menoleh mendapati Ren melambaikan tangannya sambil berlari ke arahku, aku membalas senyum malu-malu.
“Semangat sekali hari ini Ren” Sapaku padanya. Ren duduk tepat disampingku. Di bangku taman favorit kami berdua, bangku paling ujung dengan pohon mahoni yang rindang menaunginya. Ren dan aku terpaut umur 3 tahun. Ia seniorku sejak SD. Kami memiliki nama depan yang sama Rain, yang artinya hujan.
“Semangat dong na, kan bisa ketemu sama kamu lagi hari ini, hehehe” Pipiku bersemu mendengar celoteh ringannya, ia mungkin tidak sadar betapa kata-kata itu bisa membuatku tidak tidur nanti malam.
“…”
“Pagi ini kamu cantik deh.” Jantungku loncat mendengarnya.
“… A..aapa sih. Kalau kamu gombal kayak gini, ada maunya nih. Mau apa Ren ? Bilang aja, nggak usah pakai gombal segala”
“Ih, nggak gombal, beneran deh. Kamu kan emang cantik Raina, ahahaha”
Aku melirik sebal ke arahnya. Lalu mencubit pipinya “Itu maksud ketawanya apaaaa ?”
“Ahaha, iyaa iya… aduh, sakit. Ampun na. Bercandaaa doang” Ia memegangi pipinya yang baru saja kucubit. Lalu dengan cepat memutar badannya ke arahku.
Then, may I ask you a favour na ?” Ia menatapku dengan wajah serius. Ah~ aku bisa saja meleleh di tempat ditatap seperti ini olehnya.
Sure. Mau dibantu apa ?” Aku mencoba terlihat biasa.
Next Sunday, I guess I want to propose to the girl I admire so much” Katanya kemudian. 
Hatiku hancur berkeping-keping sesaat setelah mendengarnya. Minggu depan dia akan melamar gadis pujaan hatinya. Siapa ? Ah, cinta yang aku pendam diam-diam selama sepuluh tahun sepertinya bertepuk sebelah tangan. Aku memaksakan tersenyum dan menahan air mataku. Perih rasanya.
Wow, congratulation ! How can I help you then ?”
“Aku rencananya mau melamar ke orangnya dulu, setelah itu baru orangtuanya. Hari jum’at besok temenin belanja baju sama hadiah ya. Pleaseee !” Ren menelungkupkan kedua tangannya memohon kepadaku. Tidak mungkin aku menolak kan ?
“… Haah, walaupun aku bilang nggak mau kamu bakal tetap maksa kan Ren ? Ya udah, jam berapa ?”
“Yeeeiii, raina memang baiik. Jam Sembilan pagi di bawah jembatan penyeberangan pongtiku yaa.”
“Hmm”
Ren melanjutkan pembicaraan dengan topik yang random. Aku larut dalam pikiranku sendiri. Selama hidup, aku belum pernah merasakan sakit separah ini, tepat di ulu hati. Dan tentu saja ini bukan gastritis. Ini perasaan yang koyak.
Waktu berputar lebih cepat semenjak hari itu, aku tidak tahu apa saja yang sudah aku lakukan sampai aku berada di bawah jembatan penyeberangan ini. Hari ini ternyata sudah hari jum’at. Hujan deras dan wangi petrichor sedikit mengobati luka hatiku sebelum bertemu Ren hari ini.
Oh, crap ! Telat sepuluh menit!” Aku mengumpat dalam hati. Aku melihat Ren melambai dari seberang jalan yang langsung berlari menyeberang tanpa pikir panjang begitu melihatku.
 Mataku melebar. Dari arah kota, ada mobil yang melaju cepat tanpa menyalakan lampunya di saat hujan berkabut seperti ini. Ren !
“Ren ! Stop ! Pakai jembatan penyembrangannya ! Ren !” Sepertinya teriakanku tidak terdengar olehnya.
“Ren ! Nooooooo !”
.
.
Ckiiiiit, Bruk !
.
.
Hal yang paling aku takutkan kini terjadi didepan mataku. Aku menjerit tanpa suara, berlari kesetanan menghampiri tubuh Ren yang tergeletak tak jauh dari mobil sedan yang menabrak tangga penyebrangan.
Ren memegang lengan bajuku, menatapku dan berbisik, “a..ku ci.. ..mu s..seperti… men..cintai hujan…” Suaranya tak begitu jelas terdengar. Ren berdarah!. Aku panik dan histeris seketika. Setelah itu semua kejadian serasa bisu. Aku meminta pertolongan pada semua orang tanpa bisa mendengar suaraku sendiri. Aku berusaha menghentikan perdarahan di kepala Ren dengan jaket yang kupakai. Hujan membuat darah Ren terlihat mengalir begitu banyak. Semuanya mulai buram saat aku mendengar suara sirine ambulance. Dan aku tidak ingat apa-apa lagi setelahnya.
Sejak hari itu, Ren tidak pernah bangun. Ia tidak jadi berbelanja baju denganku, tidak jadi melamar gadis pujaannya, tidak jadi melakukan hal-hal yang sudah ia rencanakan jauh-jauh hari. Dan semuanya terjadi saat hujan.
Ah~ bukankah saat hujan juga pertama kali kami bertemu di taman kota ? Lalu saat hujan juga pertama kali aku memukulnya karena ia ingkar janji ? Dan aku ingat, saat itu juga hujan, ketika aku pertama kali jatuh cinta padanya sepuluh tahun yang lalu.

Detik tetap angkuh berjalan seolah tidak ada yang pernah terjadi hari itu pada Ren. Di umurku yang sudah 22 tahun ini banyak lelaki yang datang memintaku menjadi pendamping hidupnya. Tapi aku belum bisa melupakan Ren.

I thought that I’d never in my life forget my memories of him.. but time is cruel
Though I loved him so much, memories of him just start to fade away
The feeling of missing somebody,
Really, it ruins my heart
I feel like if I love somebody else, I’ll feel that sadness again
That kind of sadness, Ren, alone is enough already
I don’t ever want to feel that way ever again,
There were too pain I can’t handle. 

20 Oktober 2010, tepat tiga tahun yang lalu kecelakaan yang menimpa Ren, dan sampai sekarang bayangan darahnya yang mengalir di sela-sela jariku, rasanya mendekap kepalanya dipangkuanku masih jelas terasa. Semua seperti baru terjadi kemarin. Aku sudah tidak lagi mendengar kabar dari keluarganya sebulan setelah kecelakaan itu.
Hari ini aku menghabiskan soreku di bangku favorit kami lagi, hanya memandang langit yang berubah jingga. Langit tidak mendung tetapi hujan turun perlahan menembus celah ranting pohon mahoni diatasku. Aku tidak berniat mencari tempat berlindung, hujan akan menyamarkan tangisku, pertahananku selama ini pecah. Aku menangis bisu.
“Raina” sebuah suara yang ku kenal memanggilku dari belakang. Aku kaget setengah tidak percaya karena aku kenal betul siapa pemilik suara itu.
Saat aku hendak berbalik, suara itu mencegahku. “Tunggu Na. aku mohon kamu jangan dulu berbalik sebelum aku selesai menyampaikan semuanya.” Aku menurut, urung berbalik.
“Na, aku pulang. Maaf membuatmu cemas selama tiga tahun ini. Aku begitu bahagia melihatmu diujung jalan ketika itu, aku tidak menyangka justru itu akan menyakiti perasaanmu.”
“Aku tahu kamu menangis setiap malam Na. Mendo’akan agar kesadaranku cepat kembali. Maaf karena tidak kunjung mengabarimu. Maafkan aku. Keadaanku baru pulih sebulan yang lalu.”
“…” Hening beberapa saat.
“Mungkin ini agak terlambat tiga tahun dari yang ku rencanakan Na. Tapi, bersediakah kau menjadi satu-satunya bidadari yang menghiasi hariku Na ? bersediakah kau menjadi Ibu dari anak-anak kita kelak ?”
Aku menangis lagi.
“T..tapi, gadis yang hendak kau lamar tiga tahun lalu ?”
“Itu kamu Na.”
“…” Aku terdiam.
“So, Will you marry me, Raina Althafunnisa ?”
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku membalikkan badanku kearahnya dan langsung jatuh terduduk tepat di depannya. Mengangguk sambil menangis sesengukan.
“Ah~ Aku mencintaimu seperti aku mencintai hujan Na.”
“…A..aku juga Ren. Aku mencintai hujan seperti aku mencintaimu.”
Ren, Melodi hujan selalu punya caranya sendiri mengiringi setiap peristiwa kita. Aku harap, akan banyak saat kebahagiaan yang aku bagi bersamamu dan hujan. <3

*Selesai*

--------------------------------------------------
Hehehe, aneh ya ? Tapi, pemerannya tetap Ren <3

6 comments:

  1. I thought he was dead -____-*

    ReplyDelete
    Replies
    1. tadinya juga mau buat dia meninggal.. but i thought i prefer the happy ending than the sad one ^_~

      Delete
  2. Hai aisyah nauli sihotang<3 your so amazing:)aku ngefans boleh ya:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah~ makasih :3
      aku nggak pantes punya fans nih, hehehe.. makasih sudah berkunjung :3

      Delete
  3. Replies
    1. "jika kau bisa mengerti apa yang sedang dikatakan oleh hujan yang jatuh berderai kali ini, mungkin kau juga akan memahami, bagaimana cara pelangi merangkai warna-warna kita.."

      kamuuu reiiii ? waaaaaaah, ternyata kamuuu pemilik blog nyaaa.. I love your story and poetry xD

      Delete