beradu dengan waktu, siapakah yang lebih sabar menunggu ? |
"I don't know.......since when i had a habit of typing a message that i would never sent"
Semburat mentari tampak cerah hari ini, menyapa pagi dengan bekas sisa hujan semalam yang masih terlihat di dahan. Tari datang berkunjung ke mimpiku tadi malam, entah ada angin apa. Ia tampak secerah matahari pagi ini. Sepertinya melepas rindu dalam mimpi tidak buruk juga.
Banyak cerita yang ku tukar dengannya, tentang mimpi, harapan, kecewa, bahagia, duka dan cinta. Aku memang lebih lancar bercerita di alam mimpi di banding di dunia nyata. Tari juga banyak bercerita tentang hidupnya beberapa tahun belakangan, ternyata ia sudah menikah sekarang.
"Naya, coba lihat" Katanya memperlihatkan jari manisnya. ada cincin yang melingkar disana.
"Barokillah ! Masya Allah, sama siapa ri ? Edo ?"
Senyumnya berubah. "Bukan nay, namanya Al-Fatih Muhammad. Dia adik iparnya murobbiyahku, dia juga satu sekolah dengan kita waktu SMA, hanya saja ia murid pindahan."
"Ah, maafkan aku, aku pikir . . ."
"Tak apa, semua orang juga pasti akan berpikir begitu nay. Aku memang sudah lama menyukainya, sejak kita SMP. Dan memang Edo sudah mendatangi kedua orangtuaku seperti yang kamu tahu. Tapi . . ."
Ia berhenti, menghela nafas. Aku menunggu.
".... tapi, takdir Allah siapa yang tahu nay, tiga pekan sebelum acara walimah kami, ia secara sepihak memutuskan untuk menikahi wanita lain. Kau kenal orangnya, ia teman kita juga."
Aku terkejut, tak habis pikir.
"Tenang nay, bukan itu yang aku sesali. Aku menyesal karena setelah aku bertunangan dengan edo, banyak kata cinta dan rayuan mesra yang kami lontarkan. Aku merasa bodoh melakukan itu, apalagi dengan latar belakang tarbiyahku selama ini."
Aduh, aku tiba-tiba jadi ingat antara aku dan ren. Aku juga mulai merasa malu pada diri sendiri.
"tidak ada yang bisa menjamin nay" lanjutnya. "Selama belum ada akad, tidak ada yang pasti." Ia berhenti. Hening. Kami larut dalam pikiran masing-masing.
"Naya"
"ya ?"
"Yang paling membuatku sedih dan haru adalah, waktu fatih membisikkan sesuatu di telingaku pada malam pertama kami. Ia bilang, bahwa sebelum menikah, ia tengah jatuh cinta pada seorang gadis"
"Hah ?"
"Iya, aku juga langsung menjawab begitu. Lalu aku tanya, Siapa ? Ia membalikkan badanku ke arah cermin lalu menunjuk bayanganku. Ia berkata, aku sudah mencintaimu sejak pertama kali kita bertemu tiga tahun lalu. Aku menangis saat itu juga"
"Romantis sekali"
"Itulah yang membuatku sedih. Padahal aku-lah yang selama ini membayangkan kisah cintaku akan se-romantis Sayyidina Ali ibn Abi Thalib dan Fathimah Az-Zahra, yang saling menyembunyikan cinta dibalik diam dan do'a. Aku malu pada Fatih karena aku tidak menjaga izzahku sebagai wanita muslimah sebelum menikah dengannya. Tapi fatih sudah tahu cerita antara aku dan edo nay, dan Ia menerimaku apa adanya. Aku benar-benar jatuh hati padanya"
"Ah, bahagianya ri. Aku jadi iri"
"Ahaha, akan ada waktunya naya. Aku sarankan sih, kamu ingat nasihatku, Nasihati juga Ren. Kalian belum tahu akhir ceritanya akan seperti apa, hanya yang bertahan dan bersabar melawan waktu lah yang bisa merasakan cinta yang haq."
"Iya tari, kamu benar. Terimakasih nasihatnya"
"S..sama-sam..a ...ay." Suara tari makin terdengar samar.
..ay..
Nay..
Nayaa..
"NAYA ! BANGUN ! SUDAH MAU ADZAN SUBUH !"
Ah, suara ibu nyaring sekali ditelinga. Mengakhiri cerita panjangku dengan tari. Pertemuan dengan tari pekan lalu sampai-sampai terbawa mimpi -,-
Mentari, terimakasih nasihatnya~ Aku terkadang masih belum bisa menahan diri untuk tidak mengirim pesan pada ren. Tapi berkat ceritamu, aku hanya mengetiknya, tidak pernah mengirimkannya. Tak apa~ sampai waktu mengalah pada kami.
.::. Makassar .::.
Ayoo, berpikir ulang nay, merenung ! diseberang sana, ren juga pasti pusing !
semoga kita bisa merasakan cinta yang haq, amiiinn... :)
ReplyDeleteAamiiin :)
Deletesepertinya sangat romantis kisahnya
ReplyDeleteiya, andai kisahku seromantis itu juga
Delete