Friday, May 24, 2013

Seperti sinar, mereka pun menunggu


Bismillah, 
It just happen by its own 
"Perempuan.... memang ditakdirkan untuk menunggu !" -Kau-

 Sinar mendatangiku lagi hari ini. Dengan helaan nafas panjang seperti biasa.

"Kenapa ?" aku bertanya tanpa memandang ke arahnya –masih sibuk dengan buku ditanganku

Ia menggeser kursinya tepat menghadap kearahku "Kamu yang paling tahu kenapa". Menghela nafas lagi -itu sudah helaan nafas ke-empat pagi ini.

“Dia lagi ?” Ekor mataku melirik ke pemilik radar di ujung sana, yang dengan segera menolehkan wajah dan melambai ke arah kami. Tersenyum.

“Bukan. Masih masalah yang sama. Tapi kali ini.. bukan dia” sinar menggigit bibir bawahnya.

“Lantas ?”

“Kali ini.. orangtuaku, dan beberapa lelaki pilihan mereka” Desahan itu muncul lagi.

“Ceritakan padaku. Dan kali tolong, bisa kau hentikan helaan nafasmu itu ? kau mulai terdengar seperti orang asma” Aku menutup buku hijau tebal itu dan mencondongkan wajahku ke arahnya.

     Sinar, dengan raut wajah emosional –dan masih dengan helaan nafas panjang khasnya- mulai bercerita bagaimana dalamnya rasa untuk pemuda itu. Sinar berharap banyak padanya, ia sudah menunggu selama bertahun-tahun. Tapi tahun-tahun yang sudah berlalu seperti sia-sia saja, pemuda itu tidak kunjung datang memenuhi janjinya untuk melamar sinar. Sinar takut pemuda itu hanya bermain-main dengannya, mempermainkan kepercayaannya. Ia menceritakan semua itu sambil terisak.

     Walau sebenarnya aku sudah hafal semua apa yang sinar ceritakan (Hei, ini kali ke-lima ia menceritakan hal yang sama padaku) tapi aku harus tetap mendengarkannya. Kali ini ada sedikit tambahan dalam ceritanya, ia dipertemukan dengan beberapa lelaki pilihan orangtuanya, diharuskan memilih salah satu dari mereka. Diminta untuk tidak mempermalukan keluarga dengan menikah di umur yang tidak muda lagi. Ia bingung harus bagaimana. Aku juga bingung. Yang aku lakukan (lagi-lagi)masih sama. Hanya memintanya bersabar dan meminta petunjuk pada Dia Yang Maha Pemberi.
***

“Hahhh” aku ikut-ikutan menghela nafas, kau menoleh ke arahku. 

Ada apa ? tanyamu.

“Tidak kak, aku hanya makin sadar, wanita benar-benar rapuh. Jauh lebih mudah meleleh dibandingkan es krim dan coklat” Kataku, enggan menatap wajahmu.

Kau tergelak, lalu mengusap kepalaku lembut, “Karena itu kami para lelaki seharusnya tidak membuat kaum kalian seperti itu kan ? Lelaki yang baik tidak akan memberi harapan jika ia tidak yakin bisa mewujudkannya. Dari sana kamu bisa tahu, apakah lelaki yang kamu harap itu memang pantas untuk seseorang yang sangat berharga sepertimu” Tersenyum dengan senyum khas dirimu. 
Ah, kau selalu tau cara membuat jantungku ribut tak keruan.

Lalu kau menatapku dalam, menghela nafas “Tapi ada satu hal yang harus kamu ingat, sweetheart. Kehendak kita, tidak ada apa-apanya dibanding kehendak Allah.”

“Wanita adalah mahkluk kepastian. Sebagian besar dari mereka bisa menunggu dengan sabar datangnya kepastian tersebut; menunggu, menunggu dan terusss menunggu.Maka, biar momen menunggu itu tetap berkualitas, mari diisi dengan hal-hal yang positif. Sibukkan diri dengan aktivitas bermanfaat. Terus memperbaiki diri. Nah, kalau ternyata si mister x itu nggak nyadar-nyadar juga ditungguin, malah nyantol ke tempat lain, setidaknya momen menunggunya tidak sia-sia.”- Tere Lije-


.::. Makassar, ditulis dengan sedikit "Kesepian?" .::.
Pelangi

14 comments:

  1. Kunjungan perdana nih Aisyah. Blognya cantik banget. Suka sekali dengan warna hijaunya. Segar.

    Rangkaian kalimatnya juga indah. "Wanita lebih gampang meleleh dibandingkan es krim dan coklat"... eeh bener juga ya... :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih bunda udah main ke blog ku.. hehe
      iya bunda, tapi wanita juga bisa lebih keras daripada batu, kadang-kadang. :3

      Delete
  2. Kalau begitu penantianku tidak sia-sia.

    ~yeeey~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tunggu undanganku nah kak,

      *pedenya*

      Delete
    2. ahahaha... yaa ya ya.. ditunggu ya undangannya awan putih.. ;)

      cahayaku : aku juga menunggu undanganmu lhooo~

      Delete